Thursday, March 29, 2007
TaFsiR.

KODIFIKASI TAFSIR DAN PERKEMBANGANNYA[1]

Siti Nelly irma safitri.

Prolog.

Berbicara mengenai al-Quran tidak akan ada habisnya, kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SWA. ribuan tahun yang lalu, kini semakin menunjukkan kemukjizatannya, meskipun rentan waktu yang dilalui mencapi ratusan abad, tetapi al-Quran masih tetap dalam keasliannya.

Bahasa al-Quran yang menggunakan bahasa arab, mempunyai keistimewaan tersendiri, selain bahasa arab yang merupakan bahasa berfikir, artinya selalu menggunakan kaidah-kaidak yang benar untuk melafadkannya, juga bahasa yang kaya akan makna.Oleh sebab itu pantas ketika para Ulama bahkan Sahabat sendiripun ingin mengetahui rahasia dibalik setiap ayat-ayat al-Quran.

Kembali ke masa Nabi, ketika banyak orang-orang kafir yang menyangkal kemu’jizatan al-Quran dengan sanggahan, karma di dalam al-Quran terdapat sumpah kepada barang-barang yang samar, akan tetapi pada masa modern, sumpah-sumpah tersebut digali rahasianya oleh para ulama-ulama, dalam upaya menyinkronkan antara al-Quran dengan realita, Al-Rozy misalnya dengan menafsiri ayat-ayat alkauniyah yang memang lebih banyak dari pada ayatul ahkam, kemudian muncul tafsir keilmuan.

Dari sekelumit penjelasan diatas, tidak dapat dilupakan bahwa penulisan tafsir sendiri melalui berbagai fase-fase kehidupan, sebagaimana telah diketahui politik pun menjadi pemicu adanya tafsir madzhabiyah.bagaimana perjalanan tafsir yang sebenarnya.

Berikut sekelumit pengantar untuk mengetahui perjalan tafsir mulai dari masa nabi Muhammad SAW sampai pada masa modern.

a. Tafsir pada masa Rasulullah SAW. dan Sahabat RA.

Menjadi hal yang wajar ketika nabi dan sahabat memahami al-Quran secara global, namun setelah itu Allah berjanji untuk menjelaskan dan menjaga alquran tersebut, sebagaimana sabda allah yang berbunyi :

ان علينا جمعه وقرأنه(17)فاذا قرأناه فاتبع قرأنه(18) ثم ان علينا بيانه(19)[2]

Dr.M.Husain Adzahabi tidak sependapat dengan imam ibnu kholdun yang mengatakan “ bahwasannya al-Quran turun dengan bahsa arab,dengan semua metode balaghohnya,mereka (baca;orang arab) semuanya faham dan mengerti akan makna-makna dari setiap susunan bahasa dan mufrodatnya”.[3]

Memang benar al-Quran memang turun dengan bahasa arab,akan tetapi itu tidak bisa dijadikan jaminan bahwasannya semua orang arab memahami al-Quran itu sendiri,terbukti pada dewasa ini banyak dijumpai kitab-kitab yang berbeda bahasa antara satu dengan yang lainnya. Karna suatu pemahaman tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk memahami al-Quran itu sendiri, diperlukan kepiawaian untuk mengupas lebih jauh tentang makna-makna setiap ayat yang dikandung.[4]

Para Sahabat pada masa itu pun tak ubah seperti orang Arab kebanyakan, akan tetapi yang membedakan yaitu mereka bisa mengetahui rahasia-rahasia dan maksud dari kalam Allah yang terkandung dalam al-Quran secara langsung kepada Rosulullah shallallahu’alaihiwasallam.

Adapun tafsir pada masa Sahabat berpegang teguh pada empat hal: pertama, al-Quran,yang biasanya disebut dengan tafsirulquran bil quran,seperti kisah nabi Adam AS. dan iblis, disatu tempat Allah menceritakannya dengan ringkas dan ditempat yang lain Allah menerangkannya secara gamblang ( Mushaban ).

Kedu, Nabi Muhammad shallahualaihiwasalla. Salah satu dari peran Nabi Muhammad SAW sendiri adalah sebagai penjelas ( ( البيان atas semua hukum-hukum Allah, sebagaimana firman allah yang berbunyi;

[5]وأنزانا اليك الذكر لتبين للناس ما نزّل اليهم و لعلهم يتفكرون.

Para ulama’ sendiri berbeda pendapat tentang sikap Nabi Muhammad SAW.Apakah beliau menjelaskan semua makna alquran atau hanya sebagian kecil dari al-Quran?

Dr. M. husen Adzahabi dalam kitabnya Atafsir wal mufassirun mengambil jalan tengah dari dua kubu yang berbeda, dengan mengatakan bahwasannya Nabi Muhammad SAW banyak (tidak semua) menjelaskan tentang makna-makna al-Quran kepada para sahabat-sahabatnya.[6]Selanjutnya tafsir alma’tsur (turun temurun dari Nabi Muhammad SAW.) itu sendiri dikumpulkan oleh para sahabat yang kemudian menjadi bibit untuk pertumbuhan kitan-kitab tafsir yang akan datang.

Ketiga Ijtihad. Adapun syaratsyarat ijtihad fi- tafsir menurut Sahabat adalah; mengetahui semua rahasia-rahasia bahasa arab dan semua perangkat bahasanya, mengetahui kebiasaan orang Arab,mengetahui keadaan orang Arab yang yahudi dan nasrani ketika turunnya al-Quran,dan yang terakhir adalah kuatnya kefahaman[7].Adapun kreteria yang terakhir dari beberapa syarat ijtihad dalam penafsiran alquran adalah hanya dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar diberikan allah keistimewaan. Sahabat Ibnu Abbas R.A misalnya,yang pernah didoakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menjadi ahli tafsir.[8]

Keempat Ahli kitab (Yahudi dan Nasroni) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya, hal itu karma al-Quran sendiri dalam beberapa hal sama dengan taurat dan injil, misalnya tentang Qishoshul anbiya’ dengan umatnya dimasa silam, kisah tentang lahirnya Nabi ‘Isa Ibnu Maryam AS.berikut mu’jizatnya[9].

Setelah Rasulullah SAW. wafat ,disitu para Sahabat mulai berperan, akan tetapi untuk masalah penafsiran al-Quran sendiri,para Sahabat tidak ambil pusing, mereka hanya tetap konsisten menyampaikan apa yang mereka dengar secara langsung dari Nabi Muhammad SAW.

Adapun madaris atafsir pada masa Sahabat sangatlah banyak,akan tetapi yang paling masyhur diantaranya adalah ;

1. Madrasah At-tafsir di makkah.pelopornya adalah Abdullah ibnu Abbas RA .

2. Madrasah At-tafsair di madinah,pelopornya dalah Ubay bin ka’ab RA

3. Madrasah At-tafsir di kufah,perlopornya adalah Abdullah Ibnu Mas’ud RA.

4. Madrasah At-tafsir di Syam,pelopornya adalah Abi Darda’ RA, ‘Uwaimir Ibnu amir RA.[10]

b. Perkembangan tafsir pada zaman Tabi’in.

Tafsir pada zaman Tabi’in RA. tidak jauh berbeda dengan masa Sahabat RA karena para Tabi’in RA. mengambil tafsir dari mereka. Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir, diantaranya

1. Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin jabar, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Ibnu Kisan Al-Yamany dan Atho’ bin Abi Robah.

2. Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli

3. Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry, Qotadah bin Di’amah As-Sadusy, ‘Amir Asya’by, Al-aswad ibnu Yazid, Marroh Alhamdany, Masruuq ibnu Al-ajza’.[11]

Tafsir yang disepakati oleh para tab’iin bisa menjadi hujjah, sebaliknya bila terjadi perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalil atas pendapat yang lainnya

Adapu keistimewaan tafsir pada masa tab’iin,mulai diwarnai dengan munculnya tafsir Isroiliyaat dan nashroniyat.Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya para ahlulkitab yang memeluk agama islam, diantaranya; Abdullah ibnu Salam, Ka’bil ahbar, Wahab ibnu Manbah, Abdul malik ibnu Abdul aziz ibnu juroij.[12]

c. Tafsir pada masa pembukuan.

Pembukuan tafsir dilakukan dalam lima tahapan;

a) Tahapan pertama : tafsir sebelum dibukukan tetap dilakukan dengan metode periwayatan, artinya sahabat meriwayatkan hadist tentang penafsiran al-Quran dari nabi Muhammad SAW, kemudian merekan menurunkan kepada murid-murid mereka (baca;tabi’in).

b) Tahapan kedua pada akhir zaman Dinasti Umayyah dan permulaan Dinasti Abbasiyah yang masih memasukkan tafsir kedalam sub bagian dari hadist yang telah dibukukan sebelumnya.

c) Tahapan yang ketiga pemisahan tafsir dari hadits kemudian dibukukan secara terpisah menjadi satu ilmu tersendiri. Dengan meletakkan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, seperti yang dilakukan oleh ulama diantaranya: Ibnu Jarir At-Thobary (310H.), Abu Bakar An-Naisabury(318H.), Ibnu Abi Hatim (327H), Ibnu majah (373H) dalam tafsirannya, dengan mencantumkan sanad masing-masing penafsiran sampai ke Rasulullah, sahabat dan para tabi’in.

d) Tahapan keempat pembukuan tafsir dengan meringkas sanadnya dan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Hal ini menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihat kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut. Sampai terjadi ketika mentafsirkan ayat غير المغضوب عليهم ولاالضالين ada sepuluh pendapat, padahal para ulama? tafsir sepakat bahwa maksud dari ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi dan Nasroni.

e) Tahapan keempat Pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku-buku terjamahan dari luar Islam. Sehingga metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan metode bin naqly (dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan ayat Al-Quran dari segi hukum seperti Al-Qurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya, pakar kalam menafsirkan Al-Quran dari segi nahwu dan I’robnya seperti Al-Wahidi dalam tafsir Al-Bashith dan Abu Hayan dalam tafsirnya Al-Bahru Al-Muhith.[13]

d. Stagnasi Islam.

Ketika bangsa Tartar menyerang negeri-negeri Islam dan melakukan tindakan-tindakan brutal di Ibu Kota Khilafah, Baghdad’ dengan membakar semua kitab-kitab agung, kumpulan ilmu yang telah dijaga berabad-abad lamanya. Hal ini membuat umat islam kehilangan ilmu yang sangat berharga.

Pada masa ini islam mengalami stagnasi, beribu-ribu kitab yang di bakar atau yang dibuang ke laut, membuat ulama pada masa ini tidak bisa melakukan perubahan yang signifikan. Terutama pada Tafsir itu sendiri. Mereka lebih banyak mensyarahi kitab-kitab terdahulu.

Fanatisme madzhab yang muncul pada masa ini, membuat tafsir menjadi salah satu kendaraan politik dan madzhab, misalnya;

v Madzhab Hanafiyah.

1) Abu Bakar Ar-Rozy dalam kitabnya Al-Jashosh (30) menafisiri hukum-hukum yang ada dalam al-Quran. Terdiri dari tiga jilid.

2) Ahmad ibnu Abi Said, salah satu ulama pada abad 11H, dalam tafsirnya At-Tafsirot fi bayan Al-Ayat Asyar’iyah.terdiri dari sat jilid yang besar,cetakan India.

v Madzhab As-Syafi’iyah.

1) Abu Hasan At-Thobary wafat pada tahun 504H. menafsiri hukum-hukum al-Quran, terdiri dari beberapa jilid.

2) Syihabuddin, Abul Abbas Ahmad ibnu Yusuf ibnu Muhammad Al-Hlaby, wafat pada tahun 756 H. Kitabnya Al-Qoul Al-Wajiz Fi Ahkamil Kitab Al-Aziz.

3) Ali ibnu Abdullah Mahmud As-Syanfaki, salah satu ulama pada abad 9 H.

4) Jalaluddin As-Suyuthi, wafat pada tahun 911 H.Kitabnya Al-Iklil Fi Istinbath At-Tanzil.

v Madzhab Malikiyyah.

1) Abu Bakar ibnu Al-Araby, Wafat pada tahun 543 H.Kitabnya Ahkamul Quran,terdiri dari dua jilid besar.

2) Abu Abdillah Al-Qurthuby, Wafat pada tahun 671 H.Kitabnya Al-Jami’ Li Ahkamil Quran.[14]

e. Tafsir dan Realita.

Pada akhir abad ke 13, dimana pada masa itu para ulama’ mulai bangkit, karma islam pada masa itu eksistensinya mulai dipertanyakan. Barat sudah sukses denga semua penemuannya, islam mulai di pertanyakan, apakah mampu bersaing dengan barat? Dan masih relevankah Al-Quran dengan realita?

Tafsir pada masa ini mulai beragam, diantaranya terdapat tafsir dengan corak keilmuwan,atheistic ( ilhady), kesusatraan dan social.[15]

Tafsir dengan corak keilmuan, dalam tafsirnya كشف اللأسرارالنورانية,فيما يتعلق بلأجرام السماوية, ولأرضية,والحيوانات,والنباتات, والجواهر المعدنية. Karya Muhammad Ibnu Ahmad Al-Iskandary salah satu ulama pada abad ke 13, juga tafsir الجواهر في تفسير القران الكريمز karya Asyekh Thonthowi Jauhari.[16]

Tafsir dengan corak sosiaology karya Muhammad abduh, santri Alumni Al-Azhar ini mempunyai banyak kitab yang mengusung tema sosial dan kemasyarakata, diantara karya-karya beliau adalah; Risalh At-Attauhid, Syarh Nahjul Balaghoh, Al-Islam Wa An-Nashroniyah,Syarh Maqoomaat Badi’uzzaman Al-Hamdany dan Ar-Rod ‘Ala Hanoto.[17]

Epilog.

Perjalanan tafsir tidak akan berhenti pada satu masa, selalu berjalan dan mengikuti perputaran zaman, secanggih apapun abad 20 dewasa ini, ternya Al-Quran masih relevan.

Demikianlah uraian singkat tentang Periodesasi tafsir, semog adapat bermanfaat dikemudian hari.amiien

Daftar Pustaka;

  1. Dr.Muhammad Husen Adz-Dzahaby.At-Tafsir Wal Mufassirun.Dar-El-hadis.cairo.2005
  2. Dr.Sholah Abdul Fattah Al-Kholidy.At-Tafsir Al-Maudlu’iy Baina An-nadloriyah wa Athbiq.Urdun.1997.
  3. Ahmad Amin. Fajrul Islam.Jannah At-Ta’lif Wa At-Tarjamah Wa Ansyr.1935.
  4. Abd.Rohman Ibnu Kholdun.Muqoddimah Ibnu Kholdun.Asyarfiyyah.1327H.



[1] Persembahan sederhana untuk ibunda tercinta.

Makalah disampaikan pada caara diskusi tafsir Fatayat NU; 7 Maret 2007.

[2] Q.S Al-Qiyamah 17-19.

[3] Muqoddimah Ibnu Kholdun.Abdur Rohman.As Syarfiyah. 1327 H.Hal. 489.

[4] .At-tafsir wal mufassirun. Dr. Muhammad Husen Adzahaby .Dar el-hadis cairo.2005.hal; 34/1

[5] Q.S an-Nahl; 44.

[6] .Dar el-hadis cairo.2005.hal; 50/1.

[7]-ibid-.hal; 54/1.

[8] اللهم فقهه في الدين وعلمه التأويل

[9] At-tafsir wal mufassirun. Dr. Muhammad Husen Adzahaby .Dar el-hadis cairo.2005.hal; 56/1.

[10] At-Tafsir Al-Maudlu’iy baina An-nadzriyah wa At-Tathbiq.Dr.Sholah Abdul Fattah Al-Kholidy.Dar-Annafaais.1997.Hal; 20.

[11]-ibid-.hal; 93-115/1.

[12] Fajrul Islam.Ahmad Amin.Jannah At-ta’lif Wa-Attarjamah Wa An-Nasyr.1935.Hal; 252.

[13] At-tafsir wal mufassirun. Dr. Muhammad Husen Adzahaby .Dar el-hadis cairo.2005.hal; 127-132/1.

[14] At-tafsir wal mufassirun. Dr. Muhammad Husen Adzahaby .Dar el-hadis cairo.2005.hal; 382/2.

[15]-ibid-.hal; 434/2.

[16] At-tafsir wal mufassirun. Dr. Muhammad Husen Adzahaby .Dar el-hadis cairo.2005.hal; 435/2.

[17] -Ibid-.hal; 483/2.

 
posted by IrMa SuUdi. at 3:55 AM | Permalink |


0 Comments: